Rabu, 10 Juni 2015

Quraish Shihab, Syiah, dan Jilbab Samudera Ilmu

Salah satu mata acara saat Sahur, di Metro TV, Jakarta, disajikan tanya jawab keagamaan (Islam) antara sejumlah audiens dengan narasumber kesohor yaitu Quraish Shihab. Dia ini pria kelahiran Rappang (Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944, pernah menjabat sebagai rector IAIN Jakarta, kemudian menjadi Menteri Agama RI selama 70 hari di akhir masa pemerintahan Soeharto yang lengser Mei 1998.
Di acara Metro TV, salah seorang peserta ketika mengajukan pertanyaan berkenaan dengan latar belakang adanya kebiasaan memperingati atau merayakan hari anak yatim (10 Muharram), Quraish Shihab menjawabnya dengan memasukan doktrin Syiah tentang perang Karbala yang menewaskan cucu Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam yakni Husein radhiyallahu anhu. (Metro TV edisi Selasa 02 Ramadhan 1429 H bertepatan dengan 02 September 2008)
Menurut Quraish Shihab, perayaan anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram itu adalah untuk mengenang kematian Husein radhiyallahu anhu dan keluarganya yang tewas pada perang Karbala. Dari peperangan itu menghasilkan banyak anak yatim. Peristiwa Karbala yang menewaskan Husein radhiyallahu anhu  terjadi pada 10 Muharram tahun 61 Hijriyah.
Jawaban khas Syiah ala Quraish Shihab itu, menunjukkan bahwa ia memang penganjur Syiah yang konsisten dan gigih. Di berbagai kesempatan, bila ada peluang memasukkan doktrin dan ajaran Syiah, langsung dimanfaatkannya, apalagi di hadapan audiens yang awam (tidak mengerti apa itu Syiah, dan bagaimana ajarannya yang sesat dan menyesatkan).
Pada dasarnya, Islam sangat memuliakan anak yatim. Semasa Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam masih hidup, anjuran untuk menyantuni anak yatim sudah disosialisasikan bahkan dipraktekkan sendiri. Artinya, anjuran dan praktek itu sudah ada jauh sebelum Husein radhiyallahu anhu  wafat. Sehingga pernyataan Quraish Shihab tersebut terkesan ahistoris, bila menyantuni anak yatim dikaitkan dengan kematian Husein radhiyallahu anhu  di Karbala.
Dalam salah satu hadits riwayat An-Nasai, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
9150 - : {   : } ( ( 5 / 363)
Ya Allah sungguh saya mengharamkan (penyia-nyiaan) hak dua macam manusia yang lemah yaitu: hak anak yatim dan hak wanita. (HR An-Nasaai nomor 9150).
Namun demikian, dalam ajaran Islam tidak ada waktu-waktu khusus yang ditetapkan untuk memperingati atau merayakan anak yatim. Tanggal 10 Muharram yang oleh sebagian kalangan dijadikan momentum merayakan atau memperingati atau menyantuni anak yatim sebagaimana dilakukan oleh sejumlah masjid yang secara madzhab dan kultural dekat dengan NU pada dasarnya tidak ada contohnya. Pada tangal 9 dan 10 Muharram ummat Islam disunahkan berpuasa.
Dalam Hadits Shahih Riwayat Muslim,

: .( )

Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab, Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin. (HR Muslim).
Benarkah Quraish Shihab penganut paham Syiah? 
LPPI pernah mendapatkan surat pernyataan dari Osman Ali Babseil (PO Box 3458 Jedah, Saudi Arabia, dengan nomor telepon 00966-2-651 7456). Usianya kini sekitar 74 tahun, lulusan Cairo University tahun 1963.
Dengan sungguh-sungguh seraya berlepas diri dari segala dendam, iri hati, ia menyatakan: 
  1. Sebagai teman dekat sewaktu mahasiswa di Mesir pada tahun 1958-1963, saya mengenal benar siapa saudara Dr. Quraish Shihab itu dan bagaimana perilakunya dalam membela aqidah Syiah.
  2. Dalam beberapa kali dialog dengan jelas dia menunjukkan sikap dan ucapan yang sangat membela Syiah dan merupakan prinsip baginya.
  3. Dilihat dari dimensi waktu memang sudah cukup lama, namun prinsip aqidah terutama bagi seorang intelektual, tidak akan mudah hilang/dihilangkan atau berubah, terutama karena keyakinannya diperoleh berdasarkan ilmu dan pengetahuan, bukan ikut-ikutan.
  4. Saya bersedia mengangkat sumpah dalam kaitan ini dan pernyataan ini saya buat secara sadar bebas dari tekanan oleh siapapun.
Pernyataan itu dibuat Osman Ali Babseil sepuluh tahun lalu (Maret 1998), namun hingga kini masih relevan, karena Quraish Shihab pun hingga kini terbukti masih menyebarluaskan doktrin Syiah.
Ke-Syiah-an Quraish Shihab juga terlihat ketika ia meluncurkan Ensiklopedi Al-Quran: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007). Salah satu indikasinya, dalam Ensiklopedi itu terlalu gandrung menggunakan tafsir Syiah Al Mizan karangan Tabatabai sebagai referensi dalam penulisan entri. Bahkan dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syiah yang memberikan penafsiran terhadap Al-Quran sesuai dengan pemahaman aliran Syiah yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam.
Contoh lain ketika ia menerbitkan buku berjudul Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Pada buku itu antara lain dikatakan, bahwa di antara Sunnah-Syiah terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip ajaran, sedang dalam rinciannya terdapat perbedaan. Namun persamaannya jauh lebih banyak. Ini bisa dilihat dari masalah keimanan kepada Allah subhanahu wa taala dan hari kemudian, ketaatan kepada Rasul dan mengikuti apa yang dinilai sah bersumber dari beliau, serta melaksanakan Rukun Islam yang lima.
Dalam buku Syiah sendiri dinyatakan: Abi Abdullah berpesan; sesungguhnya dunia dan akhirat adalah kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam. Sebagaimana ditulis oleh Muhammad bin Yakub al-Kulaini dalam kitab Ushul Kafi, khususnya pada bab yang berjudul Bumi Seluruhnya Adalah Milik Imam.
Salah satu ulama Syiah lainnya, Jakfar as-Shadiq  diklaim mengatakan:
Yang punya bumi adalah Imam, maka apabila Imam keluar kepadamu cukuplah akan menjadi cahaya (nur). Manusia tidak akan memerlukan matahari dan bulan. (lihat Tarjumah Maqbul Ahmad, hal. 339). Tarjumah Maqbul Ahmad. (bahasa Urdu) hal. 339. Diterjemahkan secara harfiyah
Padahal, Allah subhanahu wa taala mengatakan dalam Al-Quran, surat al-Araf:

Sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah, diwariskan kepada orang yang dikehendaki-Nya. (QS Al-Araf: 128)
Menurut Quraish pula, secara bahasa Suni atau Sunah berarti perilaku atau tindakan Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam. Sedangkan Syiah berarti mengikuti, maksudnya adalah menjadi pengikut Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam. Karena itu, semua Sunah adalah Syiah, dan semua Syiah adalah Sunah. Karena mereka yang mengikuti perilaku Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam adalah pengikutnya Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dan begitu juga sebaliknya.
Padahal, makna Syiah adalah pengikut (Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu). Quraish jelas telah memanipulasi makna Syiah. Kalau Sunnah dan Syiah tidak ada perbedaan, tentu tak perlu repot-repot mengidentifikasikan dirinya dengan nama yang berbeda. (lihat tulisan berjudul Ahmadiyah, Syiah dan Liberal, April 7, 2008 2:30 am). 
Selain berpaham Syiah militan, Quraish Shihab juga berbanjar bersama-sama dengan sejumlah orang yang menempatkan berjilbab (menutup aurat) pada posisi khilafiah, sebagaimana ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer di tahun 2006.
Menurut Quraish, ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi. Selain itu, ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan wanita bersifat zhanniy yakni dugaan semata. Quraish juga bersikap, bahwa adanya perbedaan pendapat para pakar hukum tentang batasan aurat adalah perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta pertimbangan-pertimbangan nalar mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas, pasti dan tegas.
Sikap seperti itu jelas menepis Al-Quran. Sebab, Allah sudah secara tegas berfirman melalui surat Al-Ahzaab ayat 59:

(59)

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang." (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Sedangkan berkenaan dengan batasan aurat, sudah secara tegas difirmankan melalui surat QS An Nuur ayat 31:

(31)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An-Nur/ 24: 31).

Sebab turunnya ayat ini, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma: langkah buruknya (pemandangan) ini. Turunlah ayat ini (S.24:31) sampai  auratinnisa (aurat wanita) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kepada Kaum Muminat untuk menutup aurat mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.)
Sebab turunnya ayat (penggalan selanjutnya QS 24: 31) ini, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat dua kantong perak yang diisi untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lewat di hadapan sekelompok orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga dua gelang kakinya bersuara beradu. Maka turunlah kelanjutan ayat ini (S. 24 : 31, dari  wala yadlribna bi arjulihinna sampai akhir ayat) yang melarang wanita menggerak-gerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadhrami). (KHQ Shaleh dkk, Asbabun Nuzul, CV Diponegoro, Bandung, cetakan 7, tt, hlm 356). 

Fatwa-fatwa tentang jilbab
Mari kita bandingkan pendapat Quraish Shihab tersebut di atas dengan fatwa-fatwa berikut ini. 
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh berfatwa: Bahwa wanita itu adalah aurat, diperintahkan untuk berhijab dan menutup. Dan dilarang tabarruj (membuka aurat yang diperintahkan untuk ditutupi, atau berhias dan bertingkah laku untuk dilihat lelaki) dan dilarang memperlihatkan perhiasannya, kecantikannya, dan bagian-bagian tubuh yang menimbulkan fitnah. Allah Taala berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 59, QS An-Nur: 31, dan QS Al-Ahzab: 33.

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (QS Al-Ahzab/ 33: 33). (Fatawa dan surat-surat Muhammad bin Ibrahim Alu Al-Syaikh juz 2/ halaman 124).
2. Fatwa dari Qithoil Ifta di Kuwait: Wajib atas perempuan muslimah sejak umur baligh untuk menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangannya. Hal itu apabila ia keluar dari rumahnya atau adanya laki-laki bukan mahramnya, maka tidak boleh bagi perempuan muslimah menampakkan kepada lelaki ajnabi (bukan mahramnya) sebagian tubuhnya seperti: rambutnya, atau lehernya, atau hastanya (lengan/ dzira) atau betisnya yang oleh sebagian wanita muslimah biasa terbuka pada masa kini menirukan orang bukan Islam. Apabila wanita muslimah menampakkan sebagian dari tubuhnya itu maka sungguh dia telah berbuat haram yang telah pasti haramnya.
Dalil atas wajibnya wanita menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangan adalah nash-nash yang banyak dari Al-Quranul karim dan sunnah Nabi yang shahih. Di antaranya firman Allah Taala dalam QS An-Nur: 31. Maksud dari firman-Nya  (kecuali yang (biasa) nampak daripadanya) adalah wajah dan dua tapak tangan. Sebagaimana hal itu telah ditunjukkan oleh As-Sunnah dan atsar dari sahabat.  Maksud dari firman-Nya { } (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya), adalah hendaknya wanita melabuhkan kerudung yakni tutup kepalanya dimana agar menutup jaibuts tsaub yaitu bukaan leher. Oleh karena itu Allah berfirman:

(59)

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Dan dari sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

   ( (4/62 4104) (7/86 13274) . : (6/165 7796) ). ( )     : ( 2045)

Wahai Asma: Sesungguhnya wanita apabila telah sampai haidh maka tidak pantas untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dan beliau menunjuk ke telapak tangan beliau dan wajah beliau.  (HR Abu Dawud, dan Al-Baihaqi, dhaif, tetapi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, dan dihasankan lighoirihi dalam At-Targhib wat Tarhib).

Atas dasar yang demikian itulah maka telah terjadi ijma ulama ummat sejak zaman Nabi, maka siapa yang menganggap bolehnya wanita muslimah di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) membuka rambutnya atau lehernya atau semacamnya dari apa-apa yang diperintahkan untuk ditutupnya, maka sungguh telah menyelisihi Al-Quran, As-Sunnah, dan ijma, dan telah menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. (Fatawa Qithail Ifta bil-Kuwait juz 6 halaman 223-224).


Kembali ke sikap dan pemahaman yang dihembuskan Quraish Shihab:
Anak perempuan Quraish Shihab, Najwa Syihab (penyiar televisi swasta?), dalam salah satu edisi majalah buatan kelompok yang dekat dengan liberal, menjadi gambar sampul, dengan tulisan mencolok, terhormat tanpa memakai jilbab. Dia menganggap, jilbab tidak wajib, dan dia mengaku bahwa itu mengikuti fatwa bapaknya.

Begitulah watak Quraish Shihab, terhadap urusan yang sudah jelas landasannya saja ia masih berani membantah. (haji/tede).

1- . : (*) (1). : (*)(2). : (*)(3).

(1) 59 .

(2) 31 .

(3) 33 .

) ( 2 / 124)(

2- .

  :{ } ( 31) { } . : { } ( ) ( ) { } ( 59 ) ( ) .

0

) - ( 6 / 224 -223)


Sumber: http://nahimunkar.com/141/quraish-shihab-syiah-dan-jilbab/

 Kritik Terhadap Quraish Shihab

 

Artikel Terkait :


Quraish Shihab, Syiah, dan Jilbab Samudera Ilmu

Artikel Terkait

Quraish Shihab, Syiah, dan Jilbab Samudera Ilmu
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email